Namanya Khaeruloh…sikapnya jempolan

Namanya Khaeruloh..staff administrasi SD negeri di Kota Tangerang. Karena SD itu gak dilengkapi dengan tenaga administrasi, jadi belio ini tentu saja statusnya honorer..alias nerima honor setiap bulan saja, bukan PNS sama sekali. Tapi tetap berusaha kuliah..sekarang semester 7. Istri beliau guru juga..sudah S1 jadi lagi berusaha ikutan tes masuk P3K alias PNS berbasis kontrak tahunan.

Waktu pandemi dua tahun ini, belio terusik dengan banyaknya orang tua murid yang kehilangan pekerjaan. menurutnya, ortu murid di SD nya kebanyakan kerja informal. Jadi begitu pandemi datang, banyak yang kehilangan pekerjaan. Jadi terusik dengan kondisi para orangtua murid SD nya.

Berinisiatif mengupayakan bantuan sosial tambahan dari program indonesia pintar-PIP. Belio kumpulin data data para orang tua murid, lalu ajukan permohonan Bantuan Siswa Miskin. Eh dikabulkan dan para orang tua yang datanya sudah diajukan itu mendapat tambahan bansos. Tentu saja mereka berterima kasih banyak dan normal saja seperti kita ya, saweran ngumpulin uang buat orang yang berjasa untuk kita.

Alhasil terkumpullah 1 juta rupiah,diberi ke Khaeruloh dengan super ikhlas, dan ditolak. Sebal dong para orang tua, jadi maksa agar diterima. Diterima juga dan dilaporkan sebagai penerimaan gratifikasi ke KPK. Karena pemberian terkait dengan jabatan, maka tergolong penerimaan gratifikasi dan uang 1 Juta nya dinyatakan dirampas menjadi milik negara. Belio memang tidak mengharapkan uang itu.

Apa iya pegawai honorer sama kedudukannya dengan PNS sehingga dilarang menerima gratifikasi? kita bisa berdebat panjang pendek..kalo belio PNS sudah jelas..digaji tetap oleh negara. jadi pantas kalo PNS dilarang terima gratifikasi. Kalo pegawai honorer kan beda status dan situasi..Ini jempolannya, belio gak pusing tuh sama segala urusan definisi. Pokoknya saya melayani orang tua murid dan tidak pantas menerima ‘terima kasih’ dari mereka. Dahsyat ya…

Akhirnya Khaeruloh diundang KPK menerima penghargaan individu inspiratif dan dijadikan model untuk kampanye gratifikasi. Nama belio dibacakan sebagai penerima penghargaan karena sikapnya yang jempolan. Pak Walikota Tangerang segera merespon positif. Khaeruloh sorenya dikunjungi pak Wali kota,diberi laptop dan beasiswa sampai kuliahnya lulus.

Kisah belio dan 6 orang individu lainnya plus 3 orang yang bekerja dalam sistem pengawasan..sungguh menginsipirasi. Menolak pemberian dari pihak lain dalam bentuk apapun yang terkait dengan jabatan kita adalah wajib. Sederhana saja, kita di jabatan ini diberi wewenang dan kekuasaan oleh negara. demikian juga diberi gaji dan fasilitas dari negara yang asalnya dari pajak yang dihimpun dari masyarakat. termasuk orang tua murid dari SD Khaeruloh. Jadi dimana justifikasi menerima pemberian dari orang tua murid kalau itu memang tugas kita?

Ini sikap langka. Jelas. tapi lebih penting dari itu, rasanya pemberantasan korupsi harus melihat kembali orientasi keteladanan untuk ditiru. Selama ini kita mencari tokoh sebagai panutan agar perilaku anti korupsi terbentuk secara natural. Idealnya, tokoh itu memiliki jabatan tinggi. Jadi bisa semakin bersina. Kan akan enak didengar dan dicermati publik kalau tokoh anti gratifikasi ini sekelas menteri atau pejabat tinggi lainnya, termasuk anggota parlemen kita, aparat penegak hukum, kalangan yudikatif dan sebagainya.  Semakin tinggi semakin baik pesan anti korupsinya…

Sayangnya sangat susah cari tokoh seperti ini. Sekarang kita disodorkan kenyataan. Apakah tidak lebih baik kalau justru publik melihat nilai nilai nyata yang dipraktekan oleh Sdr. Kheruloh dan kawan kawan?. Pasti masih banyak tokoh ‘kecil’ yang justru mendemonstrasikan cara berpikir tentang gratifikasi yang sederhan..dan mereka adalah individu yang langsung beraksi nyata dari pada berretorika apalagi berargumen ketika penerimaannya dikategorikan gratifikasi yagn harus dirampas untuk negara.

Berikutnya, Sdr Kheruloh menunjukkan bagaimana kondisi ekonomi sama sekali tidak  bisa dijadikan alasan untuk menerima gratifikasi. Apalagi untuk mencari tambahan pendapatan terkait dengan jabatannya. Selama ini banyak praktek korupsi kelas kecil seperti penerimaan gratifikasi ini dimaklumi karena masalah ekonomi penerima. Gaji PNS yang kecil sudah menjadi magic words untuk membenarkan praktek penerimaan gratifikasi. Sehingga jamak sudah Orang miskin boleh saja korupsi. Kalau orang kaya korupsi itu serakah, kalau orang miskin ya wajar saja. Dimaafkan. Padahal aturan ini dibuat dengan netral dan tidak pandang kondisi ekonomi. Jadi Khaeruloh mengirim pesan kuat ke kita.. jangan gunakan alasan ekonomi untuk menerima gratifikasi. Apalagi jika anda tidak ada masalah ekonomi.

Kita cari Khaeruloh yang lain se Indonesia sebagai invididu individu teladan bagi pemberantasan korupsi. Dengan semakin banyak individu teladan dan nilai keteladanan yang disebarkan, kita berharap bisa optimis..bahwa korupsi bisa kok hilang kelak dari bumi ini.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a website or blog at WordPress.com

Up ↑

%d bloggers like this: