Mental Miskin…Bansos dan Vaksin

Menteri Sosial penasaran sama kabar kalo ada orang kaya di Jakarta nerima bansos tunai-BST. Dia datengin sore-sore ke daerah Menteng!! Asli Menteng dan Jalan utama nih…Rumahnya lebih gede dibanding rumah dinas bu menteri…mobilnya 3 dan bahkan ketua RT. Biar tambah seru nih….dia nerima bantuan sosial tunai..bu mensos minta balikin deh..kan gak pantes..kalo memang sayang duitnya, gini aja…kembaliin itu bansos, dah gitu senilai bansos pake duit pribadi bu menteri aja dikasih…….Ajaibnya, dia nerima tuh duit bu menteri…

Episode satu lagi..sekitar bulan lalu di tivi. Wabup toraja utara kalo gak salah..dengan muka tanpa salah menyatakan kalo para pejabat di kabupaten itu..yang tergabung dalam forum komunikasi pimpinan daerah sudah sepakat. Forkompimda..biasanya sih paling nggak anggotanya bupati, ketua dprd, kapolres, kejari, ketua pengadilan negeri, danrem..yang gitu gitu deh. Mereka sepakat mo divaksin yg ke 3 jadi ini vaksin booster. Alasannya jatah buat nakes sudah terpenuh semua, jadi ada sisa nya. mending dipake buat anggota forkompimda biar lebih kebal dari virus covid.

Pada saat itu, dari 208 juta target orang indonesia yang harus divaksin, baru tercapai 10% nya saja yang sudah lengkap. Jadi terbayang deh, sementara masih 90% lagi sesama warga indonesia belum tervaksin sempurna, ini malah sudah mau vaksin yang ketiga. Yang sejatinya ditujukan bagi para nakes, para petugas yang secara langsung kontak dengan penderita. Setelah beberapa waktu, diketahui bahwa 2x vaksin saja ternyata masih belum cukup dan perlu booster agar lebih baik perlindungan para nakes.

Kalo liat peraturan sih, gak ada yang salah dengan penerima bansos tapi kaya raya itu. Namanya tercantum sebagai orang yang berhak menerima. Kalau pemda tidak mereview lalu kemudian merevisi namanya agar keluar dari daftar penerima, kan itu salah pemda. sama sekali bukan salah dia.

Tapi jangan lupa untuk melihat dari sisi etika moral. Jadi pandangan kita harus juga dari sisi lain, selain dari peraturan. Dari aturan kita hanya dapat 2 kata, salah ato melanggar dan tidak salah ato patuh. Jadi dari sisi aturan dia tidak melanggar apapun. memang salah tapi itu bukan dia yang bikin kesalahan. Dari etika moral kita diajak melihat kepantasan sebagai anggota masyarakat. Jadi bukan salah ato benar, melainkan pantas ato tidak pantas.

Nah bagian etika moral ini yang kelihatannya tanpa kita sadar perlahan lahan menghilang. Kita tidak pernah heran kalo mendengar pengunduran diri dari pejabat di Jepang buat hal hal yang sepele aja. Tapi di negara kita, kalo pejabat berbuat salah fatal, bukan hanya merujuk ke aturan -yang menurutnya tidak salah – pasti dia merujuk ke atasannya..presiden bahkan. Saya serahkan ke presiden saja yang punya hak prerogratif. Yakin deh, aslinya dia gak mau mundur. jadi pertama dia berargumentasi soal aturan. kedua kalau aturan ditabrakkan dengan etika moral yang menunjukkan ketidakpantasan perbuatannya, maka ia melempar ke atasannya. Seolah olah dia robot yang ditaruh atasannya di posisi ini, sehingga mencopotnya juga harus yang menaruhnya disana. Padahal simpel aja ya, resign alias mengundurkan diri kan bisa. dan tidak perlu ijin siapapun, kalau ia mengedepankan etika moral.

Episode kedua, bupati toraja dan forum komunikasinya mendemonstrasikan kelakuan nir solidaritas alias  mo ngambil duluan… apalagi ketika kuasa ada di tangan. Tidak ada terbersit solidaritas sosial sesamanya. pokoknya saya selamat, saya terlindungi lebih baik dari masyarakat semua.

Etika dan nir solidaritas ini lah akar dari korupsi di negara kita. perhatiin deh..gimana etika ini bukan dianggap sebagai hal yang perlu dipertimbangkan. Awalnya kontraktor, kepilih jadi kepala daerah..tetap aja tuh kontraktornya jalan, dan ikutan tender di pemda yagn dia pimpin bahkan. Tidak ada memang aturan yang melarang, apalagi kalo dikaitkan dengan hak asasi manusia, hak mencari penghasilan. Tapi ya disini lah etika itu perlu dipakai sebagai ukuran. Kepala daerah mengangkat sekertaris daerah yang adik kandungnya. nah lo..jelas nggak ada aturan yang dilanggar, wong adiknya sudah duluan jadi pegawai negeri daerah kok.. Suaminya kepala daerah, istrinya ketua DPRD..cocok kan. Dipastikan gak ada aturan apapun yg dilanggar. tapi dari sisi etika, kepantasan..kemungkinan adanya konflik kepentingan..yang memungkinkan keputusan bias. Semua ini kan bisa terjadi. Kenapa tidak dihindarkan gitu ya..

Kalo tidak ada rasa solidaritas ini bahasa awamnya serakah. mumpung jadi pimpinan ato mumpung punya kuasa, mari kita menabung. supaya nanti ada bekal untuk diri sendiri..kan jabatan tidak abadi ya. lalu kepikir juga kasih bekal untuk keluarga dekat..anak menantu dll…dan keluarga jauh..dan seterusnya..Jadilah yang pertama mengambil kesempatan. PAdahal kalo gak ditilep sebagian itu proyek..masyarakat sudah dapat manfaat lebih banyak. lebih banyak yg bisa sekolah, bisa mendapat pelayanan kesehatan lebih bagus. Gak juga ditilep, tapi diarahkan ke proyek yang gak guna buat masyarakat. buat hobby, buat bikin ‘warisan’ nantinya supaya dikenang..sama juga kan dampaknya. rakyat gak dapet pelayanan yang baik.

Nah, manusia yang tidak peduli etika, tidak peduli solidaritas sesama..ini lah yang namanya bermental miskin. jadi berasa kurang terus..maunya terus mendapat bagian. biar sudah kaya, ato paling tidak gak miskin lah..kalo aturannya bilagn dapet bansos, ya terima aja. begitu juga biar sudah maksmur, tapi kalo lagi pegang kuasa, ambil duluan dong..untuk tabungan..karena berasa miskin terus..jadi perlu tabungan banyak.

Kalo kita masih lihat dua jenis kelakuan ini di masyarakat..gw pikir sih kita jangan berharap korupsi punah ato mengecil nih..

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a website or blog at WordPress.com

Up ↑

%d bloggers like this: