Sumbangan 2 Triliun: Suap, Gratifikasi, atau apa ya?

Sumbangan 2 Triliun kemarin memang dahsyat. Banyak yg pengin banget tau siapa sih yang begitu kayanya sampai nyumbang aja 2 Triliun. Gw coba bayangin kalo nyumbangnya aja 2 T, berarti bisnisnya bikin cuan paling ngga 100 T. Kalo kita punya untung 100 juta dari bisnis, mungkin nyumbang 2 juta oke lah. Cuan itu kan datengnya dari asset yg dikelola. Telor ada kalo kita punya ayam. Nilai telor dan nilai ayam kira kira ngegambarin nilai cuan dengan nilai asset kita. Kalo telurnya setahun 100 T, maka ayamnya bernilai 10x lipat ato 1,000 Triliun seharusnya.

Jadi nyumbang 2 Triliun itu mungkin aja kalo punya bisnis yang  bikin untung setidaknya 100 Triliun. Kalo untungnya segitu, harus punya asset setidaknya 1,000 Triliun..hampir setengah APBN Indonesia nih.  Lalu ada orang yang assetnya 1,000 Triliun di Indonesia dan gak ada yang tau siapa dia selama ini ? hmmm….

Sebenarnya kapolda sebagai pribadi apa boleh menerima pemberian seperti ini? Ato jangan hanya kapolda deh, semua pejabat, pelayan publik, anggota parlemen, hakim, jaksa boleh menerima pemberian dari masyarakat? Apa bukan gratifikasi namanya karena diberikan terkait dengan jabatannya?

Dari 7 jenis perbuatan korupsi yang bakal diganjar hukuman, yang paling top tentu saja yang mengakibatkan kerugian negara-misalnya menggelembungkan nilai proyek. Selain kerugian negara, 3 (tiga) perbuatan lain yg tergolong pidana korupsi dan paling sering terjadi ya gratifikasi, suap-menyuap dan pemerasan.

Gratifikasi dengan suap ini kayak bersaudara. Ada bedanya, kalo gratifikasi dianggap penerima tidak ada kesepakatan dengan pemberi sebelumnya-tidak direncanakan juga (tidak ada meeting of mind kata orang hukum). Kalo suap ada meeting of mind di depan, baru dieksekusi.

Kalo kita ngurus ijin di kantor pemerintah, ijin akhirnya diterbitkan. Saking senangnya kita, waktu ambil itu ijin kita kasih amplop isinya 5 juta. Tanda terima kasih ini termasuk gratifikasi. Kalo sebelum kita urus ini ijin, sudah ada kesepakatan dengan pejabat disana, bahwa kalo ijin keluar kita harus ‘bayar’ 5 juta begitu. ini suap namanya. Jadi meskipun sama sama ijin keluar dan ada pemberian penerimaan, tapi kesepakatan ini yang membedakan.

Kalo pengusaha ikut tender dan janjikan 2% dari nilai tender akan diberikan sebagai kick-back kalau dia menang maka jelas ini suap. Sesudah pengumuman menang dengan nilai penawarannya, maka 2% diberikan ke pejabat yang bersepakat tadi. Lain lagi kalo pengusaha ikut tender, eh menang. Saking senangnya karena gak nyangka juga dan cuan nya gede, dia kasih tuh ke pejabat yang berurusan. Ini gratifikasi namanya.

Nah, kalo petugas yang menerbitkan ijin tadi melaporkan penerimaan 5 juta tadi ke KPK, maka akan dilakukan proses klarifikasi. detail pemberiannya didalami, siapa yang memberi, gimana cara memberinya dll. Karena ini pemberian terkait dengan jabatan ybs, maka ini dikategorikan sebagai gratifikasi yang dianggap suap. Uang 5 juta nya ditetapkan jadi milik negara. Penerima harus menyetorkan ke KPK dulu baru nanti disetor ke kas negara.

Begitu juga pemberian terkait menang tender tadi. Kalo pejabat tender tadi lapor ke kpk, prosesnya sama. Biasanya dianggap sebagai suap karena terkait jabatan dan pemberi bukan tergolong yagn dikecualikan-saudara sedarah misalnya. Uang ditetapkan jadi milik negara dan disetorkan ke KPK.

Gratifikasi bukan  hanya dalam bentuk uang saja, bisa barang, fasilitas dll. Jadi pejabat atau aparat pemerintah yang main golf dibayarin juga termasuk menerima gratifikasi sebenarnya.

Meskipun penerimaan gratifikasi dan suap dilarang, tetapi khusus gratifikasi ada jalan keluarnya kalo terlanjur menerima. Jadi aparat pemerintah yang nerima gratifikasi bisa ‘dimaafkan’ kalo dia lapor penerimaan gratifikasinya ke KPK dalam waktu maksimum 30 hari sejak penerimaan. Kalau lewat 30 hari, ya sudah. pemaafnya sudah tidak berlaku alias dianggap sebagai suap.

Kalo teliti dikit..lihat deh pejabat yang tertangkap tangan..kena OTT karena terima suap. Pas tuntutan biasanya ketambahan selain pasal suap juga kena pasal gratifikasi. Ini pola umum. kalo katakanlah kepala daerah nerima sesuatu biasanya sudah kebiasaan. gak mungkin hanya sekali aja. jadi waktu didalami, selain nerima suap, biasanya dia juga sudah sering nerima lain-lainnya. Tapi gak ketauan aja. Nah, di proses pendalaman ini lah ketauan kalo dia sering nerima sebelumnya. Oke, jadilah ini gratifikasi tapi karena gak dilaporkan dalam 30 hari sejak terima, jadilah pidana korupsi..yg dikenakan pasal gratifikasi.

Nah, urusan sumbangan 2 T tadi, kalo kapolda menerimanya tentu jalur selanjutnya bikin laporan ke KPK paling lambat 30 hari sejak penerimaan. Dari situ diteliti siapa pemberinya, dalam rangka apa dan kaitannya apa. Sekilas sih ini tergolong gratifikasi yang dianggap suap, jadi bakal ditetapkan menjadi milik negara.

Gimana kalo sumbangannya ditujukan ke kepolisian daerah sumsel, sebagai institusi. Ini jelas bukan gratifikasi melainkan hibah. Gratifikasi itu penerimaan oleh pegawai pemerintah terkait jabatan individual. Kalo pemberian ditujukan ke lembaga, maka jatuhnya jadi hibah. Kalo hibah, gak sudah lapor ke KPK. Sudah ada tata cara penerimaan hibah oleh lembaga pemerintah. Dalam bentuk apapun sudah cukup jelas dalam  peraturan menteri keuangan.

Yang termasuk pidana korupsi satu lagi, pemerasan. Kalo ini agak jelas konstruksinya. Penerima menggunakan wewenangnya untuk meminta sesuatu. Dengan berat  hati pemberi memenuhi karena kalo nggak, urusannya dibikin susah,yang nantinya akan bawa kerugian lebih besar buat dia. Ato kalo gak dipenuhi, justru calon penerima akan melaksanakan tugasnya..yang juga akan bawa kerugian bagi pemberi.

Misalnya, dalam kasus perijinan diatas. Waktu memasukkan permohonan ijin sudah disebutkan bahwa pejabat minta 10 juta supaya ijin diproses. Ditawar-tawar akhirnya jadi 5 juta. kalo gak diberi, maka ijin tidak diproses. Ato dalam kasus tender barang, panitia menghubungi peserta. Minta 5% dari nilai tender sebagai kick-back atao komisi. Ditawar mau..akhirnya jadilah 2%. Kalau tidak mau 2% ini dikembalikan sebagai komisi, maka tender tidak akan dimenangkan untuk pengusaha ini. Ini pemerasan namanya.

PEmerasan lain misalnya aparat pemerintah, menemukan ‘kesalahan’ salah satu anggota masyarakat. Yang gampang aja, bangunannya tidak punya IMB ato punya IMB tapi membangunnya menyimpang. Menurut aturan, aparat bisa membongkar. Nah, kalo kejadian aparat ini menjalankan tugasnya..ya bongkar. Tapi dengan itu lah dia memeras. Menetapkan jumlah yang harus disediakan supaya tidak dibongkar. Ini menyalahgunakan wewenangnya, dan pemberi biasanya sih dengan berat hati memenuhi.

Beda dikit pemerasan sama suap nih. Memeras itu aparat pemerintah memaksa untuk diberi dengan embel embel wewenangnya. Jadi inisiatif pasti datang dari aparat pemerintah atau calon penerima. Suap gak selalu dari aparat. Bisa juga dari masyarakat yang menawarkan ke aparat.

Terbayang percakapannya kalo terjadi pemberian gratifikasi. Pemberi akan bilang ..kami ikhlas kok pak. Penerimanya bilang ..wah kok repot repot gini. Kalo suap menyuap percakapannya seperti ini. Pemberi akan bilang …jadi kita sepakat ya pak sekian jumlahnya dan nanti ijin nya segera keluar ato jangan dibongkar bangunan saya yagn melanggar aturan. Aparat pemerintah nya bilang…oke, deal. Nah kalo pemerasan dialognya pasti beda. Pemberi akan bilang….haduh..gede amat pak..bisa kurang ya, kami gak punya kalo segitu. Memang tidak memenuhi syarat sih untuk ijin ini, tapi saya gak kuat kalo sediakan sebesar itu. mohon kebijaksanaannya pak…Penerima bilang, ya sudah, saya kurangi sedikit tapi cash ya kasihnya, segera sesudah ijin keluar.

Untung aja 2 Triliun nya gak jadi ya…

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a website or blog at WordPress.com

Up ↑

%d bloggers like this: